ADAT SUMANDO PADA MASYARAKAT PESISIR TAPANULI TENGAH

 Oleh. Rahmadani Lestari 


Haii guys.. kombur ma jolo hita dah

Jadi dua hari lalu aku datang ke pesta kawinan sepupunya temanku di Sibolga, Tapanuli Tengah. Pesta kawinan tersebut ternyata memakai adat sumando guys. Selain dari acara adatnya yang membuat takjub dan menarik ternyata ada lagi yang paling membuat aku lebih takjub yaitu baju adat perempuannya unik sekali karena banyak menggunakan pernak-pernik (baik dari busana/perhiasan) berwarna terang. Kira-kira dari kalian ada yang tau ga adat sumando itu apa? atau bisa jadi merasa "bodo amat" dengan itu semua karena ga terlalu penting bahahahaha 

aku pernah baca satu quotes yang isinya begini:  




Yaudah langsung aja ke inti topik pembicaraan ya..

Adat sumando berasal dari Poncan Ketek, datang ke Sibolga, pada tahun 1851. Dengan perpindahan penduduk dari Poncan Ketek ke Sibolga, mereka juga membawa adat istiadat yang disebut dengan adat Sumando dan selanjutnya berkembang ke Tapanuli Tengah. Kata “Sumando” adalah pertambahan suku dari satu keluarga dengan keluarga lain dengan ikatan pernikahan secara Islam dan adat Pesisir.

Dalam pengertian yang lebih luas sumando merupakan satu kesatuan ruang lingkup kebudayaan suku Pesisir yang terdiri dari adat istiadat Pesisir, kesenian pesisir, bahasa pesisir, dan makanan pesisir. Sedangkan dalam pembagian pengelompokan, suku Pesisir yang dimaksud terdapat di Kabupaten Tapanuli Tengah (Desa Lobian, Sijago-jago) dan Kota Sibolga. Namun, perlu diketahui bahwa kebudayaan pesisir tidak hanya berlaku di wilayah Tapanuli Tengah tetapi juga di Kabupaten Mandailing Natal, Nias, dan  Aceh.

Sumando Pesisir ini sedikit banyaknya memang berbeda jika dibandingkan dengan ikatan Dalihan Na Tolu seperti yang terkandung dalam adat masyarakat Batak pada umumnya. Dalihan Na Tolu ini mengatur sedemikian rupa sebuah komunitas kecil masyarakat Batak haruslah sekurang-kurangnya terdiri dari tiga marga sehingga dalam setiap peristiwa adat ada marga yang berperan sebagai boru. Dalihan Na Tolu merupakan inti dasar kebudayaan Batak (Core Culture) yang menjadi dasar dan acuan bagi masyarakat Batak. 

Pandangan hidup dan ikatan adat istiadat masyarakat Pesisir Tapanuli Tengah sangat kuat dan hubungan kekerabatan Sumando merupakan jalur dalam menjembatani persaudaraan. Masyarakat Pesisir sangat menghargai ikatan kekeluargaan, itulah kenapa sebabnya tidak ada satu keputusan adat pun yang di tempuh tanpa melibatkan musyawarah semua anggota keluarga. Orang Sumando mempunyai Motto: Bulek ai dek dipambulu, Bulek kato dek mufakat. Dek saiyo mangko sakato, Dek sakato mangko sepakat.

Adat Sumando hanya membayar jinamu atau mahar yang merupakan campuran dari hukum Islam adat Minangkabau dan adat Sumando. Hal baik di terima dan yang tidak sesuai dengan tata karma dan sikap hidup sehari-hari diabaikan. Itulah yang disebut dengan “Adat Bersendi sara dan sara bersendi Kitabullah“.

Adapun langkah-langkah tata cara perkawinan adat Sumando yaitu:

1. Pernikahan dapat terjadi apabila pria meminang wanita terlebih dahulu dengan menyerahkan sejumlah uang atau barang. Uang atau barang disebut dengan Jinamu sebagai tanda pengikat bahwa pada waktu tertentu akan dilangsungkan pernikahan nantinya dan dilaksanakan ijab qabul dihadapan wali saksi. 

2. Tanggung jawab rumah tangga dan keluarga berada pada pihak pria. Anak yang dilahirkan memakai marga dari suku orang tua laki-laki.

3. Mengenai pembagian harta pusaka berlaku pribahasa “Berjenjang naik bertangga turun“. Jumlah harta pusaka di terima seseorang bergantung pada jauh dekatnya hubungan kekeluargaan namun demikian harta pusaka tempat tinggal (rumah ) diprioritaskan menjadi bagian hak wanita. Pembagian harta warisan di antara yang bersaudara pria dan wanita menjadi 1 : 1. Namun apabila anak laki – laki tidak setuju maka jatuh pada hukum Faraid.

4. Apabila terjadi perceraian di antara suami istri maka suami meninggalkan rumah kediaman sedangkan istri tetap tinggal menempati rumah itu. Mengenai harta pembawaan dan yang diperoleh selama pernikahan (harta gono-gini ) ditentukan kemudian.


Gbr 01. Kereta-kereta pengantin


Dalam perkawinan masyarakat Pesisir Sumando, pengantin akan memakai baju pakaian adat perkawinan masyarakat Pesisir Sumando, ada beberapa pernak-pernik hiasan busana pengantin perempuan dan laki-laki pada etnis Pesisir (Anak Daro) di antaranya:

a. Perlengakapan busana wanita terdiri dari: Alas kaki, kain, baju, selendang, korset/Longtorso, sanggu gadang. Perhiasan busana: kalung, tali pinggang, gelang siku, gelang tangan, gelang kaki dan anting-anting.


Gbr 02. Pengantin perempuan


Dapat dilihat pada gambar di atas setiap perlengkapan busana dan perhiasan pengantin perempuan mempunyai sisi arti, contohnya pada kain pengantin perempuan disebut dengan kain anak daro terbuat dari bahan songket Batubara, warna : merah, biru, dan kuning disesuaikan dengan warna hijau. Pada zaman dahulu warna menentukan status kedudukan didalam masyarakat Etnis Pesisir. Warna merah, biru dipakai oleh masyarakat biasa, sedangkan warna kuning dipakai oleh raja maupun keturunan bangsawan. Arah belitan kain menghadap ke kanan, kepala kain berada pada bagian depan, tinggi kain tertutup mata kaki yang melambangkan kehormatan.

b. Perlengkapan busana pria terdiri dari: sepatu, celana, baju dalam, otto, kain, dan jas luar. Hiasan yang digunakan mempelai pria adalah kalung, ikat pinggang, keris, dan penutup kepala.


Gbr 03. Pengantin pria

Pada gambar pengantin pria juga terdapat sisi artinya baik itu dari perlengkapan busana ataupun perlengkapan hiasannya. contoh Nama kain yaitu samping Bugis (anak daro / manduaro), terbuat dari bahan tenunan Songket Batubara (Songket Banang Ameh). Warna kain sesuai dengan warna kain pengantin perempuan yaitu merah, biru, dan kuning, dipakai sebatas ± 10 cm di bawah lutut, arah lipatan sisi kiri arah ke tengah dan sisi kanan ke arah ke tengah (kedua sisi menghadap ke tengah/ lipatan berhadapan) di tengah pusat, satu lipat dipakai oleh rakyat biasa, tiga lipat dipakai oleh keturunan bangsawan, dan lima lipat dipakai oleh keturunan raja-raja. Kain adalah melambangkan status kedudukan.

Tahap pernikahan dalam adat sumando adalah:

1. Marisik

2. Pertunangan

3. Malam berinai 

4. Akad nikah

5. Makan beradat

6. Resepsi pernikahan bagala duo baleh

7. Acara balik ari


Menurut pendapatku pakaian perkawinan adat Sumando merupakan salah satu dari kebudayaan nasional yang dapat mengidentifikasi diri dan menimbulkan rasa bangga. Pemahaman nilai budaya yang di pesankan itu lahir melalui simbol-simbol dari hiasan yang ditampilkan. Pakaian adat Sumando merupakan aset budaya yang memiliki nilai budaya serta nilai jual yang tinggi pada wisatawan asing maupun lokal.

Jika ada kesalahan dalam blog ini, informasi yang kurang atau pendapat yang berbeda. silahkan tulis di kolom komentar ya guys.. Thankyou


Komentar

Postingan Populer